Zuryanty
Abstract
As a profesionalist, a Primary School Teacher should reach a minimum level of teaching competencies There are some competencies, such as professional, paedagogic, personal, social, physical, and spiritual competency. Some Primary School Teachers stiil unstandarized in teacher competencies according to government rules and performance. This paper discuss roots of the problems, and programs to improve teacher competencies
Key word: teacher competencies, competency test, sertification, scholarship, school of education
A.Pendahuluan
Persoalan guru di Indonesia adalah terkait dengan masalah-masalah kualifikasi latar belakang pendidikan yang rendah, pembinaan dalam jabatan yang masih belum memadai, perlindungan profesi yang belum optimal dan sebaran yang tidak merata sehingga menyebabkan kekurangan guru di beberapa lokasi. Segala persoalan guru tersebut timbul oleh karena adanya berbagai sebab dan masing-masing saling mempengaruhi.
Permasalahan guru di Indonesia tersebut baik secara langsung atau tidak langsung akan berkaitan dengan masalah tingkat profesionalisme guru yang masih belum memadai. Padahal sudah sangat jelas hal tersebut ikut menentukan mutu pendidikan termasuk pada jenjang Sekolah Dasarl. Mutu pendidikan Dasar yang masihrendah, salah satu penyebabnya adalah mutu guru SD yang juga masih relatif rendah. Permasalahan guru di SD perlu diselesaikan secara komprehensif menyangkut semua aspek terkait yaitu latar belakang pendidikan, kesejahteraan, kualifikasi, pembinaan, perlindungan profesi, dan administrasinya. Selain faktor-faktor tersebut permasalahan yang cukup mendasar untuk segera dituntaskan adalah masalah profesionalisme guru. Ditengarai bahwa profesionalisme guru kita masih rendah dan secara makro hal ini dianggap sebagai penyebab rendahnya mutu pendidikan kita secara keseluruhan.
Akadum (1999:2) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama oleh pengambil kebijakan; (1) profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya; (2) profesionalisme guru masih rendah. Dari data statistik HDI terdapat 60% guru SD, 40% SLTP, SMA 43%, SMK 34% dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu, 17,2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. Dengan demikian, kualitas SDM kita adalah urutan 109 dari 179 negara di dunia
Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; (2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.
Dengan melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, hendaknya pemerintah terus berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan kualitas dan kinerja profesi guru.
Sementara itu tuntutan tugas guru SD saat ini tidaklah ringan. Guru SD diharapkan mampu dan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, yang menuntut sorang guru untuk aktif, bekerja secara tekun dan harus mampu dan mau meningkatkan kemampuannya. Guru adalah agen perubahan yang mampu mendorong terhadap pemahaman dan toleransi, dan tidak sekedar hanya mencerdaskan peserta didik tetapi mampu mengembangkan kepribadian yang utuh, berakhlak, dan berkarakter. Kita perlu mengupayakan adanya profesionalisme guru dan tenaga kependidikan yang memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Dengan begitu diharapkan guru dapat melakukan tranformasi dan sekaligus merubah cara pikir, cara merasa, dan cara kinerja siswa dalam menyongsong dunia modern
B. Pembahasan
Pengembangan profesionalisme guru merupakan kondisi yang tidak bisa ditawar lagi jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan dasar. Secara umum ada dua prinsip dalam pengembangan profesionalisme guru sebagai berikut.
Pertama, peningkatan profesionalisme guru merupakan upaya untuk membantu guru yang belum memiliki kualifikasi profesional menjadi kualifikasi profesional. Dengan demikian peningkatan kemampuan prifesional guru merupakan bantuan atau memberikan kesempatan kepada guru tersebut melalui program dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah.
Kedua, peningkatan kemampuan profesisonal guru bukan sekedar diarahkan kepada pembinaan yang lebih bersifat aspek-aspek administratif kepegawaian tetapi harus lebih kepada peningkatan kemampuan keprofesionalannya dan komitmen sebagai seorang pendidik
Profesionalisme guru dapat diwujudkan melalui pemberdayaan potensi dan prestasi guru. Seorang guru disebut sebagai guru profesional karena kemampuannya dalam mewujudkan kinerja profesi guru secara utuh. Dengan demikian sifat utama dari seorang guru profesional adalah kemampuannya dalam mewujudkan kinerja profesional yang sebaik-baiknya dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan kata lain seorang guru hendaknya memiliki kompetensi yang mantap. Kompetensi merupakan seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerja profesionalnya secara tepat dan efektif. Pengertian lain, Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Menurut UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 8, seorang Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, sedang yang dimaksud dengan kompetensi adalah (pasal 10) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Kompetensi tersebut berada dalam pribadi diri guru yang bersumber dari kualitas kepribadian, serta pendidikan dan pengalamannya. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi profesional/intelektual (penguasaan materi), pedagogis (perencanaan,pelaksanaan, strategi dan penilaian pembelajaran), , pribadi, sosial, fisik, dan kompetensi spiritual.
Komptensi prefesional/Intelektual adalah berbagai perangkat pengetahuan yang ada dalam diri individu guru yang diperlukan untuk menunjang berbagai aspek kinerja sebagai guru. Kompetensi intelektual dasar formalnya adalah tingkat pendidikan yang dimiliki guru. Oleh sebab itu perlu ada pembakuan tentang aturan ini sehingga kualisikasi pendidikan yang dimilki guru akan menentukan kewenangan mengajar dalam jenjang pendidikan tertentu.
Berikutnya, seorang guru harus menguasai (mastery) dalam bidang pedagogis. Beberapa hal yang paling mendasar dan harus dimiliki oleh guru adalah kemampuan dalam merencanakan, menjabarkan isi atau materi pelajaran, sebagaimana yang dituntut oleh kurikulum. Dalam proses penjabaran tersebut, guru juga harus mampu menentukan secara tepat materi apa saja yang relevan dengan tuntutan kebutuhan dan kemampuan anak didik. Beberapa kriteria dalam memilih dan menentukan materi yang diajarkan kepada siswa adalah Validitas, Keberartian, Relevansi, Kemenarikan , dan kepuasan
Ketiga, penguasaan metode pembelajaran dapat ditunjukkan melalui proses pemilihan strategi pembelajaran yang tepat oleh guru termasuk variasi cara belajar serta pengelolaan waktu yang efisien. Pemilihan strategi pembelajaran sangat ditentukan oleh konteks pembelajaran, terutama variasi kemampuan, minat dan kebutuhan siswa, serta variasi sarana dan sumber belajar yang dimiliki oleh suatu sekolah/daerah. Kemampuan guru dalam menguasai metode yang tepat dapat dilihat dari proses belajar mengajar yang berlangsung di kelas maupun dalam praktek keterampilan teknik, yaitu mulai dari perencanaan, proses belajar, praktek di lapangan sampai ada pengukuran hasil yang dicapai setelah proses belajar mengajar berlangsung.
Selain menguasai metode guru juga perlu menguasai dan memahami alat bantu pembelajaran dan lebih umum adalah teknologi pembelajaran dan teknologi pendidikan. Di masa depan dapat dipastikan bahwa profil kelayakan guru akan ditekankan kepada aspek-aspek kemampuan membelajarkan siswa, dimulai dari menganalisis, merencanakan atau merancang, mengembangkan, mengimplementasikan, dan menilai pembelajaran yang berbasis pada penerapan teknologi pendidikan.
Penguasaan teknik teknik penilain, merupakan rangkaian kegiatan yang sistematis dalam melakukan justifikasi terhadap pengembangan belajar siswa. Kemampuan guru dalam penguasaan teknik evaluasi ditunjukkan dari kemampuannya mendesain pola evaluasi, menyusun instrumen, menetapkan sasaran, melihat hasil yang diperoleh siswa, serta pemilihan tindakan yang tepat sebagai upaya untuk menindaklanjuti hasil penilaian/pengukuran.
Kompetensi pribadi adalah perangkat perilaku yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri untuk melakukan transformasi diri, identitas diri dan pemahaman diri. Kompetensi pribadi mencakup kemampuan-kemampuan dalam memahami diri, mengelola diri, mengendalikan diri dan menghargai diri.
Kompetensi Sosial adalah perangkat perilaku tertentu yang merupakan dasar dari pemahaman diri sebagai bagian yang takterpisahkan dari lingkungan sosial serta tercapainya interaksi sosial secara efektif. Kompetensi sosial mencakup kemampuan interaktif dan pemecahan masalah kehidupan sosial.
Kompetensi fisik adalah perangkat kemampuan fisik yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas-tugas sebagai guru dalam berbagai situasi. Untuk itu guru harus sehat jasmani dan rohani, mampu bekerja sesuai dengan beban dan jam kerja yang ditentukan
Kompetensi spriritual adalah pemahaman, penghayatan, serta pengamalan kaidah-kaidah keagamaan. Selain kompetensi di atas yang harus dimiliki guru sebagai landasan kemampuan profesionalnya, seorang juga juga dituntut untuk memiliki kemampuan-kemampuan tertentu agar kemampuan profesionalnya bisa terpenuhi. Kemampuan pedagogis yang harus dikuasai guru adalah kemampuan dalam merencanakan pembelajaran dan merumuskan tujuan, mengelola kegiatan individu, menggunakan multi metoda, dan memanfaatkan media, berkomunikasi interaktif dengan baik, memotivasi dan memberikan respons, melibatkan siswa dalam aktivitas, mengadakan penyesuaian dengan kondisi siswa, melaksanakan dan mengelola pembelajaran, menguasai materi pelajaran, memperbaiki dan mengevaluasi pembelajaran. Seorang guru SD juga perlu memiliki kemampuan memberikan bimbingan, berinteraksi dengan sejawat dan bertanggungjawab kepada konstituen, mampu melaksanakan penelitian, menguasai bahasa asing (misalnya bahasa Inggris) paling tidak pasif, mengenal dan mampu mengaplikasikan teknologi pembelajaran termasuk informasi untuk menunjang proses pembelajaran.
Selain kemampuan kemampuan sebagaimana diuraikan sebelumnya guru juga perlu memiliki beberapa karakter seperti berkomitmen dan konsistensi, bertanggung jawab, keterbukaan, orientasi reward and punisment, dan kreativitas
Ada beberapa upaya atau program program yang dilakukan pemerintah yang terkait dengan peningkatan profesionalisme guru, seperti:
a. Sertifikasi dan Uji Kompetensi untuk Standarisasi Profesionalime Guru
Dalam UU No 20 tahun 2003 trntang Sistem Pendidikan Nasional tersirat perlu adanya sertifikasi guru yang menyebutkan bahwa guru nanti merupakan sebuah profesi yang menuntut kemampuan profesionalitasnya. Kekuatannya sama seperti profesi lain. Misalnya, dokter, pengacara, serta akuntan. Di luar negeri, program tersebut merupakan fenomena global yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan. Misalnya, di AS, calon guru belum bisa mengajar bila belum memiliki sertifikasi mengajar. Persyaratan ini sepertinya sama seperti profesi dokter, pengacara, atau profesi lain yang membutuhkan kompetensi khusus yang tidak dapat digantikan orang lain.
Di Indonesia, menjadi guru baru mengandalkan akta (bisa Akta II, III, dan IV) yang bisa meloloskan calon guru untuk mengajar. Program Akta itu berbeda dari sertifikasi. Sebab, mendapatkan sertifikasi perlu diimbangi syarat-syarat profesi lainnya. Program Akta II, III dan IV sangat melekat dengan produsen yang mengeluarkan calon guru tersebut, yakni universitas yang memiliki fakultas ilmu kependidikan dan pengajaran. Sedangkan untuk sertifikasi, seharusnya dibutuhkan lembaga penilai khusus tentang kompetensi yang dimiliki calon guru itu apakah layak atau tidak.
Sementara itu, tujuan penting sertifikasi adalah untuk melihat apakah guru telah memiliki kemampuan profesional dan akademik secara memadai atau belum. Dengan sertifikasi guru, sekolah bisa membedakan antara guru yang baik dan yang belum baik dengan dilihat dari kemampuan profesionalnya. Keberadaan guru yang baik sudah tentu perlu dipertahankan dan dipromosikan. Sedangkan guru yang kurang baik perlu ditingkatkan kualitasnya melalui berbagai program. Misalnya, pelatihan, penataran, bimbingan, atau penyetaraan. Semangat sertifikasi harus diikuti syarat-syarat profesi lain. Di antaranya, gaji yang memadai. Sebab, itu akan menjadi alasan bahwa profesi guru bisa menjadi profesi yang terlindungi seperti profesi lainnya.
Sertifikasi dan uji kompetensi diharapkan akan menjadi instrumen untuk standarisasi profesinalime guru. Untuk itu apakah kegiatan ini akan dilaksanakan secara nasional yang akan ditangani oleh suatu badan tersendiri, sehingga badan ini dapat bekerja dengan baik, mempunyai program yang jelas, dan betul-betul dapat menjalan tugasnya untuk mengangkat citra profesi guru. Sebenarnya standardisasi kompetensi guru bertujuan untuk (Departemen Pendidikan Nasional, 2004,2) :
1. Memformulasikan peta kemampuan guru secara nasional yang diperuntukkan bagi perumusan kebijakan program pengembangan dan peningkatan tenaga kependidikan khususnya guru.
2. Memformulasikan peta kebutuhan pembinaan dan peningkatan mutu guru sebagai dasar bagi pelaksanaan peningkatan kompetensi, peningkatan kualifikasi, dan Diklat-Diklat tenaga kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan.
3. Menumbuhkan kreatifitas guru yang bermutu, inovatif, terampil, mandiri, dan tanggungjawab, yang dijadikan dasar bagi peningkatan dan pengembangan karir tenaga kependidikan yang profesional.
b. Peningkatan profesionalisme guru dimulai dari LPTK.
LPTK sebagai pencetak calon guru perlu membekali lulusannya dengan perkembangan terbaru pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan jaman dan sesuai dengan kebutuhan lapangan. Sementara ini masih terkesan LPTK terlambat dalam mengantisipasi hal tersebut. Sebagai contoh adalah berkembangnya inovasi pembelajaran seperti model Quantum Learning, Quantum Teaching dan model-model lainnya, beberapa LPTK belum memasukkan model tersebut ke dalam kurikulumnya.
Apalagi saat ini telah terjadi pergeseran drastis paradigma pendidikan, karena terjadinya aliran informasi dan pengetahuan yang begitu cepat karena effisiensi teknologi informasi Internet yang memungkinkan tembusnya batas-batas dimensi ruang, birokrasi, kemapanan dan waktu. Hal ini telah terjadi di Indonesia, dengan terkaitnya banyak lembaga pendidikan Indonesia ke Internet. Pergeseran paradigma sebagai konsekuensi logis percepatan aliran ilmu pengetahuan yang akan menantang dan mempengaruhi sistem pendidikan konvensional.
Sumber ilmu pengetahuan tidak lagi terpusat pada lembaga pendidikan formal (SD, SMP, SMU, Perguruan tinggi) yang konvensional. Sumber ilmu pengetahuan akan tersebar dimana-mana dan setiap orang akan dengan mudah memperoleh pengetahuan tanpa kesulitan. Paradigma ini dikenal sebagai sebaran pengetahuan (distributed knowledge). Fungsi guru/dosen/lembaga pendidikan akhirnya beralih dari sebuah sumber ilmu pengetahuan menjadi mediator dari ilmu pengetahuan (Purbo, 2004). Apakah LPTK juga siap dengan kondisi ini dan membekali lulusannya dengan kondisi lapangan?
c.Peningkatan profesionalisme guru melalui program tugas belajar/ penyetaraan
Salah satu cara untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah melalui standar minimal ijasah yang harus dimiliki guru. Semula, untuk mengajar SD harus lulusan D2 PGSD, guru pengajar SMP harus lulusan D3, dan guru pengajar SMU/SMK adalah lulusan S1, namun dengan disahkannya UU Guru/Dosen, maka ijazah minimal yang harus dimilikioleh guru adalah S1/D4. Seorang guru pun tidak memenuhi syarat untuk mengikuti sertifikasi bila belum berijazah S1/D4.
Setidaknya ada tiga hal yang dapat dicapai dengan pemberian tugas kepada guru baik itu tugas belajar untuk program penyetaraan maupun tugas belajar secara reguler, yaitu; 1) Meningkatkan kualifikasi formal guru sehingga sesuai dengan peraturan kepegawaian yang diberlakukan secara nasional maupun yayasan yang menaunginya, 2) Meningkatkan kemampuan profeional para guru dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendiidikan di sekolah, 3) Menumbuhkembangkan motivasi para pegawai sekolah dalam rangka meningkatkan kinerjanya. Kenyataan yang ada banyaknya masih banyak guru SD yang lulusan SPG, ataupun SMP hanya lulusan D2 dan SMU/SMK hanya lulusan D3 maka program penyetaraan dalam bentuk tugas belajar penyetaraan guru perlu dicanangkan lebih intensip.
d.Peningkatan profesionalisme guru melalui in-service training
Inservice training dalam bentuk pelatihan, atau pendidikan dan pelatihan, workshop dan semacamnya perlu mendapat perhatian. Kegiatan semacam ini terlalu mendapat sorotan karena sering kali dinilai tidak dan kurang tepat sasasaran dan bahkan terkesan kegiatannya tidak tuntas. Evaluasi dan monitoring sering kali tidak dapat dilakukan. Jadi begitu selesai kegiatan tidak ada tindak lanjut. Sekan-akan semua terserah kepada peserta, mau apa setelah mengikuti pelatihan.
Jika mungkin pelatihan ini lebih diserahkan ke daerah sehingga tidak terkesan terpusat, sehingga monitoring dan evaluasi sulit untuk dilakukan. Dengan cara ini juga mulai memberdayakan daerah untuk bertanggung jawab terhadap pengembangan profesionalisme guru.
e.Peningkatan profesionalisme melalui pengawasan/supervisi pendidikan
Pengawasan dan supervisi di sekolah dapat berfungsi untuk pengembangan, motivasi dan kontrol apabila dilaksakan dengan memegang prinsip-prinsip pengawasan dan supervisi pendidikan. Melalui supervisi dapat diciptakan hubugan kemanusiaan yang harmonis dan terbuka antar guru dengan pengawas. Melalui cara ini guru bisa dimotivasi untuk selalu meningkatkan kinerja dalam proses pembelajarannya.
Walaupun berbagai program dan upaya telah dilakukan dalam upaya peningkatan profesionalisme guru, namun masih banyak masalah sekaligus tantangan yang harus kita hadapi. Beberapa masasah yang ada perlu pemecahan dan jalan keluar, jika kita menginginkan profesionalisme guru dapat segera terwujud.
Sistem pelatihan guru selama ini belum maksimal meningkatkan kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan. Untuk itu perlu mekanisme kontrol penyelenggaraan pelatihan guru untuk memaksimalkan pelaksanaannya. Perlunya sistem penilaian yang sistemik dan periodik untuk mengetahui efektivitas dan dampak pelatihan guru terhadap mutu pendidikan.
Belum adanya pemerataan kesempatan pelatihan bagi semua guru. Bahkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan amat sangat terbatas yang disebabkan terbatasnya anggaran untuk itu. Untuk itu perlu revitalisasi pelatihan guru yang secara khusus dititikberatkan untuk memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dan bukan untuk meningkatkan sertifikasi mengajar semata-mata.
Desentralisasi pelatihan perlu dilakukan. Sementara ini masih terkesan bahwa pelatihan terpusat pada pusat-pusat pelatihan. Ini mengakibatkan tanggungjawab daerah untuk ikut meningkatkan profesionalisme guru menjadi tidak bisa optimal. Jika kita amati pusat-pusat pelatihan guru masih terkonsentrasi di P. Jawa. Seharusnya sudah mulai ada pembagian atau paling tidak zona, misalnya untuk kawasan Timur Indonesia, kawasan Tengah Indonesia, kawasan Barat Indonesia. Hal ini tentunya sesuai dengan semangat desentralisasi yang saat ini sedang kita lakukan.
Sampai sekarang belum ada tolok ukur baku mutu guru. Oleh sebab itu perlu dikembangkan toluk ukur baku mutu guru – melalui cara test secara periodik. Test ini bisa dilaksanakan misalnya jika seorang guru akan naik pangkat. Selain tentunya mereka harus mengumpulkan angka kredit sebagai ketentuan yang tetap harus mereka lakukan.
Sistem penilaian angka kredit guru kurang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan kreativitasnya. Akibatnya pengumpulan angka kredit guru untuk kenaikan pangkat hanya dipandang sebagai syarat admisnitrasi dan tidak dipandang sebagai sitem untuk peningkatan keprofesionalannya. Untuk itu perlu ada pengawasan dan penilaian kelayakan terhadap pengumpulan angka kredit guru secara terlembaga. Demikian juga perlunya ketentuan sistem credit point yang lebih fleksibel untuk mendukung jenjang karier guru, yang lebih menekankan pada aktivitas dan kreativitas guru dalam melaksanakan proses pengajaran.
Alokasi anggaran untuk pendidikan masing-masing daerah tidak sama sehingga peningkatan mutu guru untuk menuju jenjang profesional untuk masing-masing daerah bisa tidak sama dan bahkan bisa tidak standar. Implemetasi tentang ketentuan besarnya alokasi anggaran bidang pendidikan sebagaimana tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 segera dapat direalisasikan.
C. Kesimpulan dan Saran.
Upaya-upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru tentunya memerlukan adanya dukungan dari semua pihak yang terkait agar benar-benar terwujud. Pihak-pihak yang harus memberikan dukungannya tersebut adalah organisasi profesi, pemerintah dan juga masyarakat. Sebagaimana profesi-profesi lain guru adalah profesi yang kompetitif untuk itu memang guru harus dan selalu mau meningkatkan profesionalismenya.
Guru yang profesional tidak hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar, menguasai metode yang tepat, mampu memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan. Guru yang profesional juga harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang hakekat manusia, dan masyarakat. Hakikat-hakikat ini akan melandasi pola pikir dan pola kerja guru dan loyalitasnya kepada profesi pendidikan. Juga dalam implementasi proses belajar mengajar guru harus mampu mengembangkan budaya organisasi kelas, dan iklim organisasi pengajaran yang bermakna, kreatif dan dinamis, bergairah, dialogis sehingga menyenangkan bagi peserta didik
Profesionalisme guru dapat dilihat dari tingkat pendidikan, penguasaan terhadap bidang keilmuan (mastery) dan penguasaan terhadap strategi pembelajaran, kompetensi fisik, kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi spriritual. Selain itu juga ada beberapa dimensi lain sebagai tolok ukur profesionalisme guru.
Untuk menilai keprofesionalan guru perlu dilakukan sertifikasi dan diuji kompetensinya secara berkala untuk menjamin agar kinerjanya tetap memenuhi syarat profesional yang terus berkembang. Di masa depan dapat dipastikan bahwa profil kelayakan guru akan ditekankan kepada aspek-aspek kemampuan membelajarkan siswa, dimulai dari menganalisis, merencanakan atau merancang, mengembangkan, mengimplementasikan, dan menilai pembelajaran yang berbasis pada penerapan teknologi pendidikan.
Mencermati tingkat profesionalisme guru SD dan program untuk meningkatkan profesionalisme guru diajukan beberapa saran untuk perbaikan di masa depan:
1. Untuk mengembangkan profesionalisme guru diperlukan suatu kebijakan pendidikan dalam rangka mengembangkan kompetensi guru menuju pada keprofesionalan guru serta pedoman kebijakan teknis yang dapat membantu bidang pendidikan yang berisi panduan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru untuk dapat dilaksanakan di setiap wilayah propinsi di seluruh Indonesia.
2. Ditunjang dengan kemajuan IPTEK dibidang informasi sehingga membawa dampak terhadap tatanan kehidupan masyarakat. Kiranya peran guru perlu ditingkatkan secara terus menerus agar dapat mengikuti perkembangan yang muncul dalam masyarakat. Guru sebagai pembelajar, pembimbing dan fasilitator dalam kegiatan pembelajaran harus mampu membentuk perilaku siswa dan membantu dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi siswa dalam kehidupan.
3. Tenaga guru merupakan unsur penentu terciptanya mutu pelayanan dan hasil pendidikan pada setiap jenjang pendidikan dasar dan menengah, sehingga memerlukan perhatian khusus dari para pengelola pendidikan di daerah terutama dalam pendataan, penyebaran, pemerataan, dan keprofesionalannya.
Demikianlah beberapa analisis tentang akar permasalan dan program program pre service dan in service training untuk meningkatkan profesionalisme guru sekolah dasar,yang dapat dicantum pada makalah ini. Semoga bermanfaat.
Padang, 11 Januari 2011
Zuryanty
PUSTAKA ACUAN
Akadum. 1999. Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan. (Online)Tersedia di http://www.suarapembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd,
diakses 7 Juni 2003). Hlm. 1-2.
Depertemen Pendidikan Nasional. Standarisasi Kompetensi Guru. Tersedia di
http://www.dikdasmen.depdiknas.go.id/index-tendik.htm. Diakses tanggal 4 Juli 2010
Deperatemen Pendidikan Nasional. Peningkatan Kemampuan Profesional dan Kesejahteraan Guru.Tersedia di http://www.depdiknas.go.id/sikep/Issue/SENTRA1/F31.html. Diakses Tanggal 2 Juli 2010
Departemen Pendidikan Nasional. Pengendalian Tenaga Kependidikan. Tersedia di http://www.dikdasmen.depdiknas.go.id/index-tendik.htm. Diakses Tanggal 2 Juli 2010
Purbo. Onno W. 2004. “Tantangan bagi Dunia Pendidikan”. Kompas On-line
Undang Undang Republik Indonesi No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Departemen Pendidikan Nasional